Perang Melawan 'Shadow Economy': Pajak Baru Indonesia Adalah Simbol Kegagalan Negara!

Perang Melawan 'Shadow Economy': Pajak Baru Indonesia Adalah Simbol Kegagalan Negara!
1.0x

Bayangkan negara ini: pemerintah yang setengah mati mengutip pajak dari pedagang kaki lima digital, sementara para konglomerat digital terus menggurita. Inilah Indonesia hari ini—berani menuding ‘shadow economy’ di sektor e-commerce, tapi tutup mata pada lubang raksasa di sistem peraturannya sendiri. Kalau ini bukan kemunafikan, lalu apa?

Berita besar tanpa rasa malu: Pemerintah RI menyusun aturan pajak baru untuk memberangus ‘shadow economy’ e-commerce. Siapa sasarannya? Bukan para taipan atau korporasi multinasional yang sukses menghindari pajak lewat kolong meja hukum, tapi jutaan pelaku usaha kecil yang mencari rezeki di celah-celah aplikasi. Seolah-olah para penjual online inilah biang kerok bocornya pajak negara—bukan elit tua yang sudah puluhan tahun ngangkangi regulasi.

Ayo kita jujur dan brutal: Apa itu ‘shadow economy’? Bukan mafia gelap berkedok online, tapi ribuan ibu rumah tangga, buruh PHK, dan fresh graduate putus asa. Mereka membangun ekonomi informal karena sistem gagal menyuplai pekerjaan, gagal menarik minat investor, gagal membangun pendidikan yang relevan. Dan sekarang, ketika mereka mulai mandiri, negara datang dengan cekikan pajak. Ironi kelas dunia: Negara gagal, rakyat disalahkan!

Mengincar ‘shadow economy’ e-commerce berarti negara menyalahkan korban atas kegagalannya sendiri. Apakah para pembuat aturan itu berani menutup lubang pajak via offshore company, atau menyentuh istana digital Goliath seperti TikTok, Shopee, Lazada, yang justru menangguk untung miliaran tiap hari? Tentu tidak. Lebih gampang menundukkan UMKM digital daripada menantang kartel global yang punya pengacara setara menteri. Tindakan ini lebih dari sekedar memalukan—ini adalah pengkhianatan pada misi kemakmuran nasional.

Kita siap menimpuk mereka yang (katanya) lari dari pajak, tapi menutup mata pada struktur ekonomi yang cacat sejak lahir: birokrasi tak bermoral, pungli legal, pelaku raksasa yang memanfaatkan loophole, dan mentalitas cari aman. Akhirnya, rakyat bawah lagi-lagi jadi kambing hitam. Inikah wajah keadilan sosial yang Anda banggakan?

Realitanya, yang Anda sebut ‘shadow economy’ adalah tamparan keras bagi negara gagal—pengingat bahwa ketika sistem formal kolaps, rakyat mencari jalan! Jangan biarkan pemerintah membungkus penindasan dengan jargon formalitas pajak. Jika Anda peduli pada keadilan, maka ingatlah: pajak harus adil, bukan alat intimidasi bagi yang lemah.

Mau sampai kapan Anda diam dan ikut menertawai korban? Atau, Anda baru akan tersentak ketika lapak Anda sendiri ditutup—dan ‘keadilan’ itu akhirnya menampar wajah Anda sendiri?

Language: Indonesian
Keywords: e-commerce, pajak, shadow economy, Indonesia, UMKM, hipokrisi pemerintah, keadilan sosial, ekonomi digital, kritik kebijakan
Writing style: Provokatif, Satir, Emosional, Argumentatif
Category: Opini/Kritik Sosial
Why read this article: Karena artikel ini memaksa Anda untuk menelanjangi kemunafikan sistem pajak kita, menantang rasa nyaman, dan menguji keberanian Anda berpihak pada korban sesungguhnya: rakyat kecil digital.
Target audience: Pekerja digital, pelaku UMKM, aktivis sosial, pengambil kebijakan, dan siapapun yang muak pada ketidakadilan ekonomi.

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

0/2000 characters